oleh

​Kompensasi Warga dan JOB PPEJ Temukan Titik Terang

kotatuban.com – meski belum tuntas proses perundingan warga Desa Rahayu, Kecamatan Soko dengan Join Operating Body (JOB)  Pertamina-Petrochin Eas Java (PPEJ) menemukan titik terang. Perundingan terkait kompensasi dampak flare yang sudah berjalan hampir satu tahun, kedua belah pihak tidak saling ngotot. 

Warga Desa Rahayu mulai menurunkan tensi tuntutannya dan SKK Migas Jabanusa dan JOB PPEJ menaikkan tawaran solusinya. 

Pada Selasa (28/2/2017), bertempat di kantor Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban dilangsungkan perundingan antarpihak di atas, dengan difasilitasi Wabup Tuban Noor Nahar Husain,  Ketua DPRD Tuban Miyadi, Kapolres Tuban AKBP Fadly Samad, Kepala SKK Migas Jabanusa Ali Masyhar, Manajer FM JOB PPEJ Nusdhi Septikaputra. Perundingan berlangsung sejak pukul 12:30 WIB sampai 16:30 WIB. 

Hasil perundingan itu memang, belum ada kesepakatan secara final. Namun demikian, SKK Migas Jabanusa dan JOB PPEJ bersedia menaikkan tali asih dari 2 bulan menjadi 4 bulan.

Di sisi lain, warga Desa Rahayu menurunkan tensi tuntutannya dari 12 bulan (setahun/12 bulan) menjadi 6 bulan. 

“Ini merupakan kemajuan dan harapan saya tak lama lagi sudah ada titik temu,” tegas Wabup Noor Nahar yang memimpin jalannya perundingan. 

Kepala SKK Migas Jabanusa,  Ali Masyhar mengatakan, dihapuskannya kebijakan kompensasi dampak flare dari operasi JOB PPEJ di Desa Rahayu, Kecamatan Soko seiring makin turunnya tingkat produksi yang dihasilkan korporasi ini. Sekaligus, tambahnya, gas ikutan yang terbakar dalam bentuk flare juga makin menurun volume dan tekanannya. 

“Gas ikutan yang keluar volumenya di bawah 2 juta kaki kubik per hari, sehingga dari perspektif dampak lingkungan di bawah ambang batas,” tegas Ali Masyhar. 

Realitas itu didasarkan pada kajian yang dilakukan tim independen dari ITS Surabaya. Kajian tim ITS itu dilakukan sejak sejak September 2015 sampai Maret 2016. Hasil kajiannya dirilis pada Juli 2016. “Awal adanya kebijakan kompensasi didasarkan kajian, demikian pula ketika mengakhiri juga didasarkan pada kajian ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan,” tegas Ali Masyhar.

Ditambahkan Ali Masyhar, kompensasi dampak flare diberikan SKK Migas dan JOB PPEJ ketika tingkat produksi minyak dari lapangan yang dikelola korporasi ini cukup tinggi. Pada puncak produksi di tahun 2009, tingkat lifting minyak dari JOB PPEJ mencapai 40 ribu sampai 43 ribu barel/per hari. Sejak akhir 2014 dan awal 2015, tingkat produksi minyak dari JOB PPEJ di bawah 15 ribu barel per hari. 

“Saat ini tinggal sekitar 10.500 barel per hari,” tegas Ali Masyhar.

Karena itu, jelas Ali Masyhar, dampak flare yang ditimbulkan juga makin mengecil, dari 20 juta kaki kubik per hari menjadi di bawah 2 juta kaki kubik per hari. 

“Kalau mau diteliti ulang, ya monggo,” tukas Ali Masyhar.

Menyikapi persoalan pelik ini, Ketua DPRD Tuban Miyadi mengusulkan tali asih diberikan selama 6 bulan. Sebab, rilis hasil kajian tim ITS disampaikan pada Juli 2016. Sehingga dalam tempo 6 bulan pertama 2016 dipandang belum ada hasil kajian yang bisa dijadikan pegangan secara obyektif untuk menghentikan pemberian kompensasi dampak flare yang berlangsung sejak 2009 sampai akhir 2015. 

“Jika keberatan dengan mediasi, ya pakai hukum positif dan itu mengajukan gugatan ke pengadilan. Tapi, harus diingat langkah itu membutuhkan waktu lama,” ingat Miyadi.

Adapun dari hasil akhir pertemuan panjang antara semua pihak tersebut masih belum menemukan titik temu.  SKK Migas Jabanusa telah memberikan tawaran untuk pemberian tali asih selama 4 bulan. Warga masih ingin tawaran tersebut dinaikkan pemberian tali asih sebanyak 6 bulan.

“Sebenarnya kita ingin selesai hari ini juga dengan kita berikan 4 bulan tali asih. Tapi karena belum sepakat dalam musyawarah ini, maka kita akan mengajukan permintaan warga Desa Rahayu ini ke SKK Migas di Jakarta.” tutur Ali Masyhar. (duc)