kotatuban.com – Saat ini masyarakat yang tinggal pinggir hutan tak bisa sembarangan membuka lahan hutan untuk pertanian. Pasalnya, sejak diberlakukannya Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, membuka lahan untuk pertanian bisa dikenai sanksi pidana minimal 3 tahun penjara.
Humas Perhutani KPH Tuban, Suep, saat dikonfirmasi kotatuban.com, Sabtu (31/10), dalam UU18 tersebut sanksi petani hutan atau pesanggem jauh lebih berat dibanding sanksi pencurian kayu. Pencurian kayu hanya diganjar minimal 1 tahun penjara. Sedangkan, perambahan hutan bisa dipenjara minimal 3 tahun.
“Karena akibat dari pembukaan hutan untuk pertanian ini lebih besar. Seluruh area bisa rusak. Karena itu sanksinya juga lebih berat. Kalau mencuri kayu tidak mungkin langsung satu areal ditebang semua,” kata Suep.
Perhutani KPH Tuban sendiri mencatat, dari 19.412,4 ha wilayahnya yang ada di Kabupaten Tuban, 13.006,3 ha atau 67 persen dibuka untuk lahan pertanian. Bahkan, tercatat lebih dari 2.000 ha yang saat ini telah menjadi lahan pertanian permanen.
”Jadi lahan kita itu sebagian besar digarap oleh masyarakat sebagai lahan pertanian,” ungkapnya.
Perhutani sendiri menyadari, sangat tidak mudah menjalankan UU tersebut. Karena dalam UU tersebut Perhutani juga diamanatkan untuk bisa mensejahterakan masyarakat di sekitar hutan agar bisa bersama-sama menjaga kelestarian hutan. Karena itu, pihaknya berupaya melakukan pendekatan dengan masyarakat di sekitar hutan. Sehingga, perhutani tidak serta-merta melarang masyarakat bertani di kawasan hutan.
”Masih boleh bertani, itu menyangkut hajat hidup. Syaratnya ada SP (surat perjanjian). Batas waktunya cuma 2,5 tahun. Lebih dari itu kami tidak memberi ijin, kecuali ada perjanjian ulang,” pungkasnya. (duc)