kotatuban.com – Sekitar 100 masyarakat Kabupaten Tuban yang tinggal didaerah rawan bencana mendapatkan Pelatihan Kajian Kebutuhan Pasca Bencana (Jitupasna) Sektor Psychosocial di Gedung Korpri Tuban, Kamis (03/05).
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tuban dibuka oleh Wakil Bupati Tuban, Noor Nahar Hussein. Sedangkan, untuk peserta pada pelatihan tersebut dari berbagai kelompok kebencanaan yang ada di Bumi Wali.
”Dengan semboyan living harmony with disaster risk, maka masyarakat yang bermukim di daerah rawan bencana perlu mengetahui apa saja yang dilakukan terhadap bencana alam. Diantaranya dalam hal sebelum bencana, saat bencana, dan pasca bencana,” ungkap Wabub Noor Nahar.
Mantan Ketua Dewan Tanfidziyah PCNU Tuban ini menambahkan, kajian kebutuhan tentang psychosocial kebencanaan pemenuhannya bersifat lintas sektoral. Tidak bisa hanya ditangani BPBD saja, tetapi juga dinas lain, seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Kementrian Agama, dan stakeholder terkait lainnya.
”Penanganan bencana ini semua harus terlibat, tidak bisa hanya dilakukan satu instansi saja,” ujarnya.
Di wilayah Kabupaten Tuban, ungkap alumni Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) ini, kesadaran masyarakat tentang keselamatan terhadap bencana alam terbilang cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya relawan siaga bencana.
”Di Tuban juga telah terbentuk banyak Desa Tangguh Bencana (Destana), desa-desa ini nanti kita bekali bersama penanganan psychosocial pasca bencana,” kata Ketua DPC PKB Tuban itu.
Selain itu, Ketua Komda Lansia Kabupaten Tuban ini mengingatkan, kecepatan arus informasi harus dapat dimanfaatkan sebagai antisipasi penanggulangan bencana. ”Informasi terkait bencana ini harus cepat dan tepat. Agar penanganannya juga bisa cepat dan tepat,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala BPBD Tuban, Joko Ludiyono, menyampaikan penyelenggaran Pelatihan Jitupasna ini merupakan upaya meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan masyarakat, relawan, dan aparatur terkait dalam penanganan psikis yang diakibatkan bencana. Tujuan lainnya adalah untuk membentuk jiwa dan meningkatkan pengetahuan keterampilan aparatur, masyarakat, dan relawan.
”Melalui pelatihan seperti ini akan memiliki respon tinggi terhadap penanggulangan bencana,” tutur Joko Ludiono. (duc)