Budidayakan Semut Rangrang, Raup Jutaan Rupiah

kotatuban.com- Ditangan Warsidi, warga Dusun Drudi, Desa Penambangan, Kecamatan Semanding semut Rangrang yang sebagian orang merqasa takut malah memberikan penghasilan jutaan rupiah setiap bulannya. Perawatannya pun tergolong mudah dan modalnya sangat kecil.
Sudah satu setengah tahun, Warsidi bergelut dengan Rangrang untuk dibudidayakan. Budidaya semut Rangrang untuk diambil krotonya atau larva telur dari semut yang banyak digunakan masyarakat sebagai pakan burung kicau.
Ide budadaya semut dengan nama latin Oecophylla Smaragdina tersebut bermula saat ia melihat pasokan kroto di alam bebas yang kian berkurang dan terbatas. Sedangkan permintaan kroto cukup tinggi, khususnya dari pecinta burung kicau.
Dalam melakoni bisnis ini, awalnya ia hanya bermodalkan sekitar Rp400 ribu. Modal itu digunakan untuk membeli besi yang dirangkai sebagai tempat budidaya. Sementara untuk tempat Rangrang, hanya menggunakan botol bekas air kemasan. Sedangkan untuk semut Rangrangnya ia mencari sendiri di sawah sekitar rumahnya.
“Semut Rangrangnya cari sendiri di tegalan (sawah) sekitar desa sini, kemudian saya kumpulkan jadi satu,” ujar pria berusia 29 tahun tersebut.
Setelah Rangrang kita tempatkan di media yang telah kita buat, dalam beberapa hari Rangrang akan membuat sebuah koloni dan berkumpul dalam satu toples. Satu toples atau botol tersebut bisa menampung satu koloni semut Rangrang yang jumlahnya mencapai ribuan ekor.
Selang beberapa hari kemudian semut Rangrang akan mengeluarkan semacam benang sutra dari mulutnya sebagai bahan membuat sarang dan berkembangbiak menghasilkan kroto.
“Budidayanya tergolong mudah dan simpel. Intinya, semut Rangrang dijauhkan dari hewan pengganggu seperti ayam, tokek, katak maupun tikus. Serta diberi makanan ulat kandang dan minum air gula yang cukup. Sementara agar Rangrang tidak dapat keluar dari area meja, saya tempatkan mangkuk berisi air di setiap kaki-kaki meja,” papar Warsidi.
Panen dapat dilakukan 15 hingga 20 hari sekali. Dalam sekali panen, Warsidi bisa menjual 6 hingga 8 kilogram kroto seharga 150 ribu rupiah perkilogramnya. Jika diambil rata-rata dapat menghasilkan Rp1.800.000 setiap bulannya.
Dikatakan, penghasilan sebesar itu sudah sangat membantu ekonomi keluarganya. Apalagi, untuk budidaya Rangrang masih bisa dijalankan dengan bertani. “Ini kan kerja sambilan, kerja utamanya bertani. Lumayan, bisa menambah penghasilan untuk menutup kebutuhan hidup yang terus meningkat,” terang pemuda lajang itu.
Dalam sebulan, lanjutnya, ia hanya mengeluarkan biaya untuk nutrisi atau makanan semut Rangrang, yaitu, air gula dan ulat kandang sebanyak dua kilogram per bulan.
Tiap bulan, permintaan kroto atau telur yang dihasilkan semut Rangrang terus meningkat. Maklum, permintaan tak hanya datang dari pecinta burung kicau, tetapi juga dari penjual dan pengepul burung kicau yang ada kawasan Kabupaten Tuban dan sekitarnya.
Kini, warsidi mulai berinovasi untuk mengembangkan usahanya dengan menambah induk semut Rangrang. Harapannya, ia mampu berbudidaya sarang semut tanpa harus mencari induk dari alam. Sehingga tidak mengganggu populasi semut Rangrang yang hidup di alam. (*)