Kotatuban.com – Puluhan Aparatur Sipil Negara (ASN) anggota Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) “Dwijo Utomo” yang berada di Kecamatan Kerek melakukan aksi demostrasi, Kamis (7/3/2024). Aksi tersebut buntut dari dugaan uang simpanan anggota koperasi sebesar Rp 2,6 miliar ditilap pengurus periode 2010 sampai sekarang.
Koordinator aksi Nuris Humani mengatakan aksi tersebut dilakukan buntut dari pengurus KPRI Dwijo Utomo tidak ada transparasi dalam mengurus koperasi. Bahkan, koperasi yang berdiri sejak tahun 1979 tersebut mengalami kerugian.
“Setiap orang yang masuk menjadi anggota koperasi berkewajiban membayar simpanan pokok sebesar Rp 1 juta dan simpanan rutin lainnya pada setiap bulan. Bahkan, sejak tahun 2017 simpanan wajib Rp 50 ribu, simpanan monosuko Rp 50 ribu, voucher belanja Rp 50 ribu, arisan minimal tiap anggota Rp 50 ribu, Tabungan Hari Raya (THR) dengan besaran yang bervariasi mulai Rp 100 ribu hingga sampai Rp1,5 juta itu rinciannya,” terang Nuris Humani.
Nuris Humani mengatakan, jika ditotal kekayaan anggota mencapai jumlah kurang lebih Rp 2,6 miliar. Menurutnya, jika di rata-rata kerugian anggota minimal Rp 1 juta per orang untuk anggota baru dan maksimal sekitar Rp 26 juta per orang untuk anggota lama.
Kemudian, salah satu korban lain bernama Trismulan juga menceritakan, tahun 2020 koperasi Dwijo Utomo tampak baik-baik saja. Setiap kali laporan pertanggungjawaban pengurus pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) koperasi selalu mendapat keuntungan di atas Rp 50 juta per tahun.
“Namun ternyata itu semua hanya kedok untuk mengelabui agar anggota tetap bisa ditarik pembayaran dan iuran bulanan,” kata Trismulan.
Lanjut, Trismulan juga menjelaskan, permasalahan itu mulai terkuak sejak pergantian pengurus dan pengawas, tepatnya saat ada Rapat Anggota Rapat Kerja (RARK) tahun 2022. Saat rapat disampaikan laporan pertanggungjawaban saudara pengawas yang menunjukkan piutang yang tertulis pada buku laporan RAT sebesar Rp 1,8 miliar, namun kenyataannya hanya sekitar Rp 300 juta.
“Lalu, semua usaha koperasi dinyatakan bermasalah, baik itu pertokoan, termasuk pengelolaan voucher belanja dan arisan, selain itu angka-angka pada laporan RAT bertahun-tahun adalah angka fiktif,” terang pensiunan guru asal Desa Temayang, Kecamatan Kerek.
Sementara itu, Wiyono yang juga anggota koperasi mengaku bahwa permasalahan Dwijo Utomo semakin lama semakin terendus oleh para anggota, puncaknya saat membagikan THR tahun 2023 lalu, waktu itu pengurus mengundang rapat sebagian anggota pada bulan Maret 2023.
Pada rapat tersebut ketua koperasi berkata, koperasi sedang mengalami kerugian, tidak ada uang tunai, tidak ada simpanan pada kas koperasi dan tidak ada uang Tabungan Hari Raya yang bisa diambil oleh anggota.
“Anehnya lagi, pengurus saling tuding dan lempar kesalahan antar pengurus, katanya menjual aset adalah langkah satu-satunya jika anggota ingin menerima Tabungan Hari Raya,” ujar Wiyono yang menirukan ketua koperasi saat itu.
Sehingga, Wiyono dan peserta rapat yang mendengar hal itu sangat kaget, kecewa dan marah. Tabungan yang digadang-gadang dapat cair menjelang hari raya nyaris tidak bisa diterima.
Banyaknya penolakan dan sebagian dari anggota merekomendasikan beberapa hal yang harus berjalan bersamaan yaitu, menuntut untuk pengembalian THR, koperasi dibekukan artinya semua simpanan dihentikan, aset dijual dengan pelaksana tim penjualan dari anggota.
Kemudian, adanya audit eksternal dan jika hasil audit menunjukkan bahwa koperasi murni merugi artinya bukan karena penyimpangan, maka hasil penjualan aset bisa digunakan untuk mengembalikan kekayaan anggota.
Namun pada akhirnya anggota masih juga dikelabui,THR dibayar tetapi dengan menggadaikan aset berupa tanah dan bangunan itupun tanpa persetujuan anggota,“ ujarnya. (*)