oleh

Dua Tangan Jadi Tumpuan Hidup Pria Tanpa Kaki

image
Daswadi saat mengannyam bambu menjadi keranjang msupun gedek

kotatuban.com-Tumpukan bambu dan keranjang Nampak rapi didepan rumah sangat sederhana di sisi jalan Desa Temayang Kecamatan Kerek, Kabupate  Tuban. Dari dalam rumah kecil itu muncul seorang pria dengan telanjang dada membawa sebilah golok.

“Silahkan mas,” kata Daswadi (65) memperlihatkan giginya yang sudah tidak utuh lagi.

Daswadi begitu pria ini dikenal, buru-buru melepaskan sandal (alas kaki) yang terpasang dikedua tanganya untuk bersalaman dengan tamunya. Ya, Daswadi memang tidak memili kaki sehingga untuk berjalan dan beraktifitas dia menggunakan kedua tangannya dengan alas sandal agar tidak langsung menyentuh tanah.

Saat didatangi di rumahnya yang cukup sederhana, Daswadi baru saja memotong sebatang bambu. Maklum saja dia adalah seorang perajin anyaman dan keranjang bambu. Diusianya yang sudah senja semangatnya untuk terus berusaha membuat tidak sedikit warga dan tetangga kadang merasa kasihan kepada perjuangan pria yang terlahir tanpa memiliki kaki ini.

Namun, kondisi fisik tidak sempurna bukan menjadi alasan untuk pasrah dan berdiam diri. Daswadi tetap bekerja keras menjadi perajin bambu, mengandalkan kedua tangannya yang juga digunakanya untuk berjalan. Pekerjaan cukup berat itu tetap dilakukannya kendati hasil yang didapatkan tidak mencukupi kebutuhan makan dan.minumnya. 

“Cukup untuk beli beras dan makan saya dan istri,” kata Daswadi saat ditanya hasil dari pekerjaanya membuat anyaman bambu.

Sambil terus mengerjakan keranjang bambu pesanan salah serang warga, Daswadi menceritakan jika profesi ini sudah digelutinya sejak dua puluh empat tahun lalu. Dirinya belajar secara otodidak memanfaatkan batang bambu yang mudah ditemukan di sekitar rumahnya.

Selain memenuhi pesanan, Daswadi biasanya menjual sendiri keranjang dan gedhek yang dibuatnya di pasar tradisional Kecamatan Kerek. Dari situ Daswadi mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah yakni Rp 40.000  dari menjual sebuah keranjang, sementara gedheg dan sesek dijual Rp80.000 per lembar.

“Harganya sesek ini Rp80 ribu, kalau keranjang Rp40 ribu, bahannya banyak  kalau gedhek,” terang Daswadi.

Daswadi tidak pernah mengeluh maupun meminta bantuan orang lain akan kondisinya. Bahkan tidak pernah berhenti bekerja meski kondisi badan kurang sehat. Maklum saja diusianya yang sudah sepuh banyak penyakit yang hinggap, dari sekedar flu hingga pegal pegal.

“Kalau saya tidak kerja siapa yang menghidupi istri saya,” kata Daswadi yang saat itu ditemani istrinya mengangkat sebatang bambu.

Sementara itu, Warso, seorang pembeli mengaku cukup simpatik dengan kerja keras Daswadi, dirinya kerap memesan keranjang yang dibuat perajin tanpa kaki itu untuk keperluan mencari rumput dan wadah anak ayam miliknya.

“Saya beli untuk anak ayam saya,” kata pembeli yang juga tetangga Daswadi. (kim)