oleh

Kontras Nilai Kapolres Tuban Lakukan Pembohongan Publik

Aktivis LSM saat deskusi di KPR terkait kasus penganiayaan anak di bawah umur
Aktivis LSM saat deskusi di KPR terkait kasus penganiayaan anak di bawah umur

kotatuban.com – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) menilai bahwa Kapolres Tuban AKBP Guruh Arif Darmawan telah melakukan Pembohongan publik terkait kasus kekerasan yang dilakukan terhadap anak dibawah umur yang dilakukan anggotanya, saat jumpa press pada Minggu (21/06) kemain.

Mereka menganggap bahwa statement Kapolres Tuban, AKBP Guruh Arief Darmawan, yang terkesan mengelak, justru menjurus kepada pembohongan publik. ”Kalau kita kroscekkan dengan di lapangan jelas ada pembohongan publik,” ujar Koordinator Badan Pekerja Kontras Surabaya, Fathul Khoir kepada sejumlah wartawan, Senin (22/06).

Menurutnya, pembohongan publik yang dimaksud adalah ketika Kapolres Tuban menunjukkan hasil visum keadaan VA (13), korban kekerasan asal Desa Patihan Kecamatan Widang. Visum yang ditunjukkan kepada wartawan bertanggal 15 Juni 2015 dari Puskesmas Widang.

”Tapi faktanya korban baru mendapat visum pada hari Kamis tanggal 18 juni 2015 dan visum itupun dilakukan di RSUD Dr R Koesma Tuban, bukan dari Puskesmas Widang. Buktinya korban mendapatkan visum dirumah sakit adalah adanya kartu periksa dan juga obat untuk lukanya,” ungkapnya.

Selain itu, statemen Kapolres yang menyatakan kalau selama pemeriksaan VA juga didampingi Kepala Desa Patihan. Padahal, menurut Fatkhul, fakta yang didapat di lapangan, Kades sendiri mengakui tidak mendampingi korban ketika melakukan pemeriksaan.

”Kades setempat mengakui tidak mendampingi ketika melakukan pemeriksaan, tetapi Kades hanya menjemput supaya korban bisa dibawa pulang karena itu adalah warganya,” kata Fatkhul yang saat itu ada di Kantor KPR, Kelurahan Merik, Tuban.

Kontras juga menyoroti cara  penangkapan yang dilakukan petugas saat itu terhadap korban. Saat itu petugas tidak menunjukkan surat penangkapan. Idealnya, menurut Khoir, penangkapan terhadap anak dibawah umur melalui orang tuanya. ”Tidak boleh anak-anak ditangkap langsung, tetapi harus melalui orang tuanya,” ujarnya.

Sementara itu, Nunuk Fauziyah dari Koalisi Perempuan Ronggolawe juga menyatakan hal yang sama. Dia mengaku kecewa dengan statemen Kapolres yang menyatakan kalau pengakuan penganiayaan anak ini hanya bohong.

”Hasil konseling kami sejak awal ketika keluarga korban mengadu, kami memastikan anak ini tidak berbohong. Karena kalau bohong akan kelihatan saat konseling,” pungkasnya. (duc)