oleh

Lima Kiai Sepuh Bakal Tentukan Rois Syuriah

kotatuban.com– Hampir dipastikan pemiihan Rosi Syuriah NU Cabang Tuban periode 2018-2023 bakal ditentukan lima orang kiai sepuh yang terpilih dalam forum ahlul halli wal aqdi (ahwa). Sebab, seluruh Rois Syuriah Majelis Wakil Cabang (MWC) se Cabang NU Tuban maupun Ranting sudah menyepakati pembentukan forum Ahwa untuk menentukan Rois Syurianh NU Cabang Tuban mendatang.

“Seluruh peserta Koferensi Cabang NU Tuban dari jajaran Syuriah sudah menyerahkan sejumlah nama caon naggota Ahwa. Soal siapa, akan diumumkan saat sidang pmilihan ketua nnati,” terang Sekretris Panitia Konfercab NU Tuban, Jamal Abdul Ghofir di sela-sela pembukaan konfercab.

Sementara untuk pemilihan Ketua Tanfidziyah dilakukan dengan cara vting. Namun, bisa saja secara aklamasi. Semuanya diserahkan kepada peserta konferensi dari jajaran tanfidziyah yang jumlahnya lebih dari 400 suara.

“Mau aklamasi ya tersera peserta saja, mau voting ya moggo yang penting sudah disepakati seluruh pemilik suara saja,” tabah Jamal.

Sementara itu Ketua PW NU Wilayah Jatim meminta warga NU tetap tenang dan tidak bingung dengan perkembangan yang terjadi. Sebab, saat ini ada pihak yang sedang berusaha menggoyang NU. Berbagai cara dilakukan untuk membuat NU yang besar tersebut terpecah.

‘’Karena itu, warga jam’iyah NU harus faham ini, agar tidak ikut-ikutan,’’ kata Ketua PWNU Jawa Timur KH Marzuki Mustamar saat menghadiri pembukaan konferensi cabang (konfercab) 7 NU Cabang Tuban, Sabtu (25/8/2018).

Dalam bersikap, kata Kiai Mustamar, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari sudah membuat tuntunan dalam beramaliah sebagai warga NU atau yang disebut Qonun Asasi. Dalam pesan itu, Mbah Hasyim Asyari menuntun bahwa warga NU untuk hidup seimbang antara islamiyah, basyariah dan wathoniyahnya.

‘’Kalau berislam tidak berkemanusiaan, pasti tidak NU, meski wiridan, salawatan dan lainnya. Begitu juga kalau tidak cinta tanah air, tidak menjaga negara, tidak menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan keragaman, yakinkah itu tidak NU meski ngaku ahlussunnah,’’ katanya.

Sebab, sebagaimana ajaran Wali Songo, NU dalam dakwah dan menjalani kehidupannya, adab, sopan santun, dan aspek-asepk  kemanusiaan selalu di kedepankan.

‘’Karena itu, Wali Songo mengajarkan wenehono mangan marang wong kang luwe, wenehono ngombe marang wong kang ngelak, wenehono teken wong kang wuto, wenehono pakaian wong kang wudo,’’ jelasnya.Dengan mengedepankan sisi kemanusiaan dan kasih sayang, Wali Songo berhasil dalam dakwahnya. Padahal, Wali Songo saat itu menghadapi Majapahit yang Hindu Budhanya sangat kuat.

‘’Wali Songo dulu bisa, kenapa kita gak bisa. Sak elek-eleke pemerintahan kita sekarang adalah islam. Gelem solat, Jumatan, maulidan, salawatan dan lainnya. Kalau dulu bisa bersinergi, kenapa sekarang tidak. Ini harus diperhatikan,’’ tutur Kiai asal Malang ini.

Karena NU sebagai organisasi yang bisa menjalankan semua itu, sehingga menjadi sasaran. Orang di luar NU berusaha untuk melemahkan NU. Caranya  NU difitnah. Sejak dulu NU dan habaib satu, namun sekarang, kata Kiai Mustamar seolah-olah tidak.

‘’Sekarang dikembangkan oleh orang luar NU, ora habaib-habaiban sing penting NU, begitu juga sebaliknya. Tokoh-tokoh NU dielek-elek. Setiap amaliah NU dikatakan bid’ah meski ada dasarnya. Jadi, harus waspda dan seluruh warga NU harus faham bahwa kita sedang diadudomba, digoyang dan berusaha dipecah,’’ tandas Kiai Mustamar. (ims)