oleh

MEMBACA PETA PILKADA TUBAN

(: Menakar kekuatan ke-2 Pasangan Calon dari kamata orang awam)

Pasangan Aditya Halindra Faridzky – Joko Sarwono, secara kalkulasi politik sangat kuat, karena didukung dan diusung oleh partai Golkar yang sekaligus adalah pemenang pemilu di Tuban dengan 20 kursi di DPRD Tuban. Selain itu, PKB yang punya 11 kursi dan PDI Perjuangan yang punya 5 kursi, pada Pilkada kali ini tiba-tiba kompak ‘nyengkuyung’ pasangan Mas Lindra – Joko Sarwono.

Belum selesai sampai di situ; Mas Lindra yang juga adalah Ketua Golkar Tuban, sekaligus putra mantan Bupati Tuban 2 periode yakni Haeny Relawati RW, juga mendapat dukungan partai-partai lain yang ditandai dengan turunnya rekomendasi-rekomendasi partai seperti Gerindra, Demokrat, PAN dan PPP. Bahkan sampai ada partai –tidak saya sebut partainya, jauh-jauh hari sudah menyatakan dukungannya kepada Mas Lindra, mas ganteng yang masih single ini. Luar biasa kan? Dan semua pendukung itu adalah partai politik peraih kursi DPRD Tuban hasil Pemilu 2024. Artinya mereka punya massa riil, tidak bondo abab, jare wong Tuban. Sehingga jika dijumlahkan, pasangan Mas Lindra – Joko Sarwono, didukung kekuatan mayoritas dengan 46 kursi di DPRD Tuban. Dalam konteks politik pemerintahan, kekuatan ini mutlak, absolut. Ibaratnya, mau apa-apa tinggal teken. Nggak ada perdebatan atau silang pendapat yang berarti.

Fenomena PKB dan PDI Perjuangan yang kali ini mendukung Mas Lindra adalah sesuatu yang juga terlihat aneh dan lain dari biasanya. Ora koyo biasane. Mengingat, dari beberapa kali Pilkada, PKB dan PDI Perjuangan Tuban, selalu berada di pihak yang berseberangan (oposisi) dan menjadi lawan politik ‘hampir abadi’ bagi partai Golkar. Musuh bebuyutan. Tapi kali ini beda. Semua tampak lain. Kali ini mereka bersatu, bergandeng tangan. Terlihat kompak dan mesra. Entahlah,…

Bersatunya partai-partai peraih kursi DPRD Tuban mengusung dan mendukung Mas Lindra yang berpasangan atau dipasangkan dengan Joko Sarwono, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tuban, pada awalnya membuat banyak kalangan pesimis bahkan skeptis terhadap kehidupan berdemokrasi di Tuban. Saking skeptisnya, beberapa kalangan bahkan sudah yakin bahwa pasangan Mas Lindra – Joko Sarwono akan melawan “partai centhak” alias bumbung kosong.

Noted : Kotak kosong, di Tuban sering diistilahkan dengan Bumbung Kosong. Secara visual, bumbung kosong itu mirip, maaf, Centhak atau Bethek, wadah atau gelas dari bambu untuk minum Legen atau Towak. Maka bumbung kosong lalu ‘diprokemkan’ dengan istilah partai centhak atau bethek. Ini berpulang pada kearifan lokal lho ya. Ok, lanjut :

Karena praktis, koalisi tersebut hanya menyisakan satu partai saja, yakni Nasdem, yang tidak ikut bergabung, tepatnya tak mungkin ikut bergabung. Pahamkan?

Partai Nasdem yang meraih 4 Kursi di DPRD Tuban, adalah partai yang diketuai  oleh H. Riyadi, sekaligus Wakil Bupati Tuban incumbent. Dan H. Riyadi, jauh-jauh hari sudah santer diisyukan akan maju sebagai Calon Bupati Tuban pada Pilkada Tuban 2024 atau Pilkada sekarang ini. Jadi logis jika “rivalitas” antara Mas Lindra (Bupati) dan Riyadi (wakil Bupati) diam-diam ada dan bertumbuh sejak isyu tersebut beredar. Mas Lindra, akan maju lagi ‘nyalon’ Bupati. Riyadi – wakilnya, juga diisyu-kan akan maju, juga sebagai calon Bupati, tidak lagi sebagai wakil. Mereka berdua akan berebut kursi yang sama, yakni kursi Bupati Tuban periode 2024-2029/30.

Dan akhirnya isyu tersebut menjadi kenyataan. Karena meski Nasdem hanya punya 4 kursi atau 55.122 suara sah yang setara dengan 7,48 persen dari total suara sah di DPRD Tuban, lewat berkah keputusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang mengubah ambang batas minimal pencalonan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, MK membatalkan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada dan menyatakan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada inkonstitusional bersyarat. Artinya, syarat maju dan mengusung pasangan calon yang tadinya sebesar 25 persen dari total suara sah di DPRD setempat, menjadi hanya 7,5 persen saja. Dan ketentuan ini akhirnya membuat  Nasdem Tuban, partainya pak Riyadi, berpeluang mengajukan pasangan calon, yang tentunya masih harus merangkul partai non parlemen lain karena masih kurang 0,2 persen suara atau (menurut hitunganku) sekitar 92 – 120-an suara lagi.

Tantangan yang mudah, bahkan sangat mudah. Karena dengan sedikit pendekatan dan komunikasi antar ketua parpol non parlemen, yang merasa senasib, atau mungkin (sekali lagi, mungkin) sama-sama  merasa kalah dan terkucilkan, Riyadi dengan mudah mendapat dukungan dari PBB, Hanura, Gelora dan partai Buruh. Pastinya, secara keseluruhan, jumlah suara partai-partai ini lebih dari cukup untuk memenuhi syarat mengusung paslon sebagaimana yang diputuskan MK.

Dan KLIR. Riyadi akhirnya tampak gagah dan sangat pede mencalonkan diri menjadi calon Bupati Tuban menggandeng generasi muda kader NU yakni Wafi Abdul Rosyid atau Gus Wafi, putra seorang ulama terkemuka Tuban KH. Akhmad Muhamad Ainul Yakin atau akrab dipanggil Gus Mad, Pengasuh Ponpes Al Islahiyah Al Ghozaliyah, Tuban.

Kabar kemunculan pasangan Riyadi – Gus Wafi, cukup mengejutkan banyak pihak. Ora nyono, ora ngiro. Ndilalah. Yang tadinya pesimis menjadi optimis.

Keputusan memilih Gus Wafi, tentu telah ditanting, ditinting dan ditimbang, dengan benar dan pastinya juga matang. Entah oleh siapa saja. Pastinya bukan hanya Riyadi seorang.

Namun secara awam, bisa kita raba alasan terkait kenapa mesti Gus Wafi ?  Pertama adalah dianggap representasi NU, paling tidak secara kultural. Karena Beliau masih muda, ya representasi kalangan muda NU. Sementara itu Gus Mad, ayahnya Gus Wafi, adalah kyai yang selama ini terkenal dan dikenal sebagai pembimbing jamaah haji dan umroh. Nama Gus Mad, telah menjadi brand sangat kuat, utamanya di kalangan jamaah haji atau calon jamaah haji dan umroh di Tuban. Puluhan tahun Beliau menjadi pembimbing jamaah haji dan umroh di Tuban.

Dan sebagai pengasuh Pondok Pesantren, ribuan jamaah –meski bukan calon haji atau umroh, biasa hadir dan mengikuti pengajian yang sering diadakan di ponpes Al Islahiyah Al Ghozaliyah, Tuban yang diasuhnya.

Sungguh, sosok Gus Mad adalah magnet di kalangan jamaah haji dan umroh Tuban. Beliau juga cukup berpengaruh di antara Kyai-kyai sepuh NU Tuban. Sebagai Kyai yang berpengaruh, Gus Mad tentu punya komunikasi dan jejaring kuat di kalangan Kyai-kyai pengasuh pondok pesantren, kyai-kyai masjid kampung, serta kyai-kyai level mushola dusun, yang jumlahnya ribuan di seantero Tuban.

Dan dengan pendekatan dan komunikasi yang intensif, dimungkinkan akan mudah bagi Gus Mad untuk “nyambung roso” dan mengambil hati kalangan Kyai, kaum santri dan masyarakat pesantren. Wallohu’alam.

Bagaimana dengan Riyadi sendiri?

Kita tahu bahwa Wakil Bupati Tuban Incumbent ini, pernah menjadi figur penting di organisasi Kepala Desa se-kabupaten Tuban. Selain itu, Ia juga termasuk tokoh dan sesepuh perguruan silat PSHT Tuban. Tentu kedudukan ini juga sangat strategis, mengingat, secara kuantitas, jumlah anggota PSHT di Tuban mencapai ribuan atau bahkan puluhan ribu. Belum lagi jika dikalkulasi dengan keluarganya, istrinya, anaknya, cucunya, dst. Jejaring PSHT pulalah, yang selama ini berhasil mengantarkan beberapa orang meraih kursi dewan, baik tingkat Pusat, Propinsi dan Kabupaten. ‘Jamaah’ PSHT terkenal solid, loyal dan militan, meskipun tidak menutup kemungkinan, karena faktor/alasan tertentu, akan ada anggota/warga atau sekelompok anggota/warga PSHT yang tidak memilih Riyadi. Semuanya serba mungkin. Namanya juga Politik.

Disclaimer : PSHT yang saya maksud bukan secara organisasi, namun secara person, orang per orang. Yang karena jumlahnya banyak, maka saya sebut jamaah.

Cukup? Belum cukup . Selain jejaring mantan kades, dan jejaring PSHT, Riyadi masih punya Partai Bulan Bintang atau PBB. Ada apa dengan PBB? Disana ada Gus Kaffi (Mukaffi Maki), ketua PBB Tuban. Mantan anggota DPRD Tuban periode 2029-2024. Sebagai Ketua, Gus Kaffi yang juga pasti NU, juga adalah kader Pemuda Pancasila. Meski tidak semasif PSHT, barisan Pemuda Pancasila Tuban (dan keluarganya), dimungkinkan akan loyal terhadap komando Gus Kaffi.

Artinya, kemunculan pasangan Riyadi – Gus Wafi, yang didukung partai-partai non parlemen, dengan segala potensi yang dimilikinya, patut untuk diperhitungkan secara serius oleh Mas Lindra – Joko sarwono, dan kawan-kawan pendukungnya. Paling tidak, “ojo dianggep enteng”. Karena memang berpotensi menjadi lawan tangguh. Ok, pemetaan Riyadi – Gus Wafi, kita close dulu sampai di sini.

Selanjutnya kita membahas potensi kekuatan Mas Lindra , tepatnya pasangan Mas Lindra – Joko Sarwono, seperti sempat saya singgung di paragraph awal.

Mas Lindra, yang punya guru sekaligus mentor politiknya Ibunya sendiri, Ibu Haeny Relawati, yang adalah politisi senior, cerdas, punya jejaring kuat level lokal sampai nasional, pernah menjadi anggota dan Ketua DPRD Tuban, pernah memimpin Tuban 2 periode, menjadi anggota DPR RI partai Golkar 2 periode, dan seterusnya, adalah sosok politisi tangguh yang kaya pengalaman. Gayanya cool, sangat berwibawa.

Prestasi Bu Haeny paling fenomenal adalah pembangunan sarana jalan yang merata sampai pelosok dusun, termasuk pembangunan jaringan listrik yang mencapai 100 persen desa di Tuban. Dengan semua itu, jarak psikologis dan  budaya/kultur, yang sebelumnya terbentang sangat lebar antara desa dengan kota, perlahan terkikis habis dan hilang sama sekali. Kabeh dadi kutho, paling tidak deso roso kutho.

Program pembangunan sarana prasarana umum di era Bupati Haeny, sangat diapresiasi oleh masyarakat. Jalan-jalan mulus sampai pelosok dusun, listrik mengalir sampai kampung. Dengan itu semua, perekonomian meningkat, pendidikan terangkat dan lebih merata, dan transformasi informasi dan ilmu pengetahuan tersebar massif ke kampung dan dusun lewat media televisi, internet, dst.

Bu Haeny, siapapun tahu reputasi dan kapasitas Beliau. Dengan pengalamannya, semua hal pasti telah diperhitungkan, dengan detail dan sangat cermat. Termasuk dalam hal ini adalah keputusan Golkar merangkul ‘hampir’ semua partai peraih kursi DPRD Tuban. Semua pasti ada hitugannya. Itulah Golkar, itulah Haeny, itulah Mas Lindra.

Hal menguntungkan lainnya dari Mas Lindra (Bupati Incumbent) adalah pengaruhnya di jajaran birokrasi pemerintah, baik tingkat kabupaten, kecamatan, desa  bahkan sampai tingkat RT dan grassroot.

Dengan gaya komunikasinya yang cukup cair, nyemanak dan tak terlampau jaga jarak (tak lihat di instagram) kehadirannya sangat diterima. Ini juga modal sosial sangat strategis bagi seorang calon kepala daerah. Belum lagi modal politik lainnya. Pasangan Mas Lindra – Joko Sarwono, tentu punya lebih dari cukup soal itu. Paham kan maksudku?

Itulah politik. Yang kemarin jadi kawan, sekarang jadi lawan. Yang kemarin sempat berseteru, kini kompak bersatu. Yang dulu berseberangan sekarang bergandengan. Yang dulu bergandeng mesra sekarang kini berseberangan meja. Piye ngono kuwi? Ya biasa saja. Bersikap biasa saja. Ngurusi politik atau menjadi politisi itu gak usah terlalu serius. Artinya jangan mudah baper. Sebab, semuanya mudah berubah, tergantung situasi dan kepentingan.

Akhir dan kesimpulannya : Pasangan Mas Lindra – Joko Sarwono, punya modal politik dan pengalaman yang sangat mumpuni. Dengan dukungan partai-partai dengan masa ideologis kuat seperti PKB dan PDI P, ditambah partai-partai lainya, tentu akan menjadi lawan sangat berat bagi pasangan Riyadi – Gus Wafi. Demikian juga pasangan Riyadi – Gus Wafi, dengan segala potensi, jejaring dan ikatan bathin yang kuat, baik antar jejaring warga dan anggota PSHT, maupun jamaah haji dan umroh yang dibina Gus Mad, jejaring generasi Muda NU serta jejaring komunikasi antar pondok pesantren yang dimiliki Gus mad, tentu akan menjadi lawan yang tangguh, yang harus diperhitungkan bagi pasangan Mas Lindra – Joko Sarwono.

Pada akhirnya, kedua pasangan ini memiliki potensi dan peluang yang sama untuk menjadi pemenang atau pecundang. Namanya kompetisi, pasti ada yang menang di satu sisi, dan yang kalah di sisi lain. Itu hukum alam. Dimanapun seperti itu. Semua tergantung pada modal, usaha, strategi, dan tentu saja Takdir Alloh.

Apapun hasilnya, bagaimanapun prosesnya, mari jaga ketertiban dan kerukunan. Kita tetap bersama meski pilihan kita beda. Semoga tulisan ini cukup berimbang. Kurang lebihnya mohon maaf.  Pendapatku benar, tapi juga bisa salah. Ambil yang baik, buang yang kurang baik. Wallohu’alam Bishowab.

 

Tribun Kecil, Kamis 29 Agustus 2024.

TRAWOCO HADIKUSUMO 

 

News Feed