kotatuban.com – Para pendekar yang ada di Desa Guwoterus, Kecamatan Montong ini patut ditiru oleh pendekar di daerah lainnya. Pasalnya, pendekar dari berbagai perguruan silat seperti SH Terate, Margoluyu 151, IKSPI Kera Sakti, dan Bunga Islam yang tergabung dalam Pendekar Siaga tersebut mengembangkan ekonomi kerakyatan.
Salah satu ekonomi kerakyatan yang dikembangkan para pendekar tersebut salah satunya adalah kerajinan dari bambu. Bambu jenis Ori, yang banyak tumbuh di Desa Guwoterus oleh para pendekar tersebut dibuat berbagai kerajinan, seperti tempat HP, tempat pena, dan miniatur rumah adat dan tempat ibadah.
Penggerak para pendekar pembuat kerajinan dari bambu itu adalah Kholik Yuliamin (33). Pendekar dari Margoluyu dan beberapa pemuda desa Guwoterus lainnya yang tergabung dalam kelompok Miniori tersebut hampir setiap hari berkumpul untuk membuat kerajinan dari bambu tersebut.
”Kelompok ini juga ada beberapa teman dari perguruan lain. Dan kebetulan saya yang mempunyai ide membuat kerajinan ini lebih dulu,” ungkapnya.
Menurut Yuliamin, ide membuat miniatur berbahan bambu ini berawal dari ketidak sengajaan dirinya, saat akan membangun sebuah mushola berbahan banbu di kawasan Wisata Goa Putri Asih atas permintaan pengelola wisata, saat itu muncul ide untuk membuat miniatur mushola dengan bahan bambu sebelum membuat mushola yang sesungguhnya.
”Saya ini bukan tukang, tapi diminta tolong buat bangunan mushola. Kemudian iseng-iseng saya malah membuat mushola berukuran mini dengan detil mirip mushola sungguhan,” ungkapnya.
Menurutnya, untuk membuat satu miniatur bangunan masjid atau mushola dibutuhkan waktu paling tidak setengah bulan. Waktu tersebut mulai proses pemilihan bahan, berupa bambu, pemotongan, perakitan hingga finishing menjadi satu unit bangunan miniatur.
”Karena kita bikinnya detil mas jadi agak lama, tidak sekedar tampak luar saja, ya pintu, jendela semuanya dibuat detil, dibikin bisa buka tutup seperti aslinya,” terang pemuda asli Guwoterus ini.
Untuk mendapatkan bahan baku lanjut Yuliamin, dirinya tidak perlu mengeluarkan banyak biaya, melimpahnya pohon bambu yang tumbuh disepanjang aliran sungai di desanya, membuat industri rumahan ini tidak sulit mendapatkan pasokan bahan bakunya. Bermodal ketekunan dan kreatifitas serta niat kuat, membuat miniatur bisa menjadi usaha tambahan yang bernilai ekonomis cukup tinggi.
”Bahannya banyak tumbuh disepanjang aliran suangai didesa kami, yang dibutuhkan kreatifitas dan niat saja mas,” kata ketua kelompok ini.
Untuk harga satu kerajinan, masjid atau Rumah Gadang misalnya. Satu unitnya dihargai antara Rp750.000 sampai dengan Rp1.000.000. Besar kecil ukuran dan detil miniatur bangunan akan mempengaruhi harga kerajinan ini. Sedangkan, untuk suvenir atau tatakan HP, hiasan meja dan tempat pulpen atau jam meja, harganya dibandrol mulai Rp75.000 hingga Rp110.000 per unitnya.
”Kalau masjid seperti ini kisaran satu juta,” kata Yuliamin menunjukan salah satu karyanya.
Menurutnya, sampai saat ini pemasaran baru sebatas daerah Tuban dan wilayah Bojonegoro saja, maklum usaha ini belum setahun dilakoni warga di Desa Guwoterus. Namun untuk pemasaran melalui jaringan teman atau kerabat, produk ini sudah dijual juga di Surabaya.
”Kalau pasar baru Tuban dan Bojonegoro aja, ada di Surabaya tapi melalui jaringan teman yang ada disana. Kita juga berharap ada perhatian dari dinas terkait, agar ini bisa terus dikembangkan, sekarang da 10 orang yang bikin kerajinan dari bambu. Dan ini juga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat,” pungkasnya. (duc)