Yth. Bapak/Ibu Kepala Sekolah Negeri di Bali
Bapak/Ibu guru sekolah se-Bali, perkenankan, saya menulis artikel ini untuk memberi suasana lain yang mungkin bapak/ibu bisa pertimbangkan agar anak-anak putri kami bisa diberikan izin untuk memakai jilbab di sekolah yang bapak/ibu guru pimpin di Bali.
Kami hanya bisa meminta kebijaksanaan yang hanya seujung jari dari tangan Bapak dan Ibu. Tidak lebih dan tidak kurang. Karena pada dasarnya anak-anak putri kami sudah kami percayakan kepada sekolah ini untuk dididik dan dibina menjadi siswi yang nasionalis, religius dan berjiwa pemimpin yang handal dan profesional, layaknya seperti Bapak dan Ibu pegang dan terapkan selama ini.
Kami tidak marah ataupun tersinggung ketika Bapak dan Ibu guru melarang putri kami berjilbab di sekolah. Kami paham , karena bapak ibu guru memang belum paham makna jilbab.
Saya akan mengingatkan tentang budaya “Ngejot” dan “Megibung” yang biasa dilakukan muslim Bali untuk menghormati budaya Bali sebagai bagian tak terpisahkan dan menjadi perwujudan rasa cinta umat muslim kepada budaya Bali nan elok dan mententramkan hati.
Ngejot, adalah tradisi Bali dalam memberikan makanan kepada tetangga sebagai rasa terima kasih. Biasanya Umat Hindu melakukannya saat merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan. Umat Muslim di Kampung Islam Kepaon, Denpasar Selatan atau di Muslik Pegayaman di Kabupaten Buleleng, melakukan Ngejot kepada warga dan kerabat dekat menjelang atau pada Hari Raya Idul Fitri.
Hal ini juga terjadi di Desa Soka, di Selatan Gunung Batukaru Kecamatan Baturiti. Desa di daerah dingin ini juga nyaris seratus persen beragama Islam. Seperti Pegayaman, mereka pun berinteraksi dengan orang-orang Hindu. Bahkan prosesi dalam menyambut lebaran mirip dengan menyambut hari raya Galungan dan Kuningan. Misalnya, sebelum lebaran kaum muslim membagikan makanan berupa nasi lengkap dengan lauknya: ayam, daging sapi sisir (be sisit: bahasa Bali) dan sayur.
Sedangkan ” Megibung ” adalah acara makan keroyokan dengan menggelar makanan dalam satu garis dan satu nampan/wadah. Biasanya dilakukan saat berbuka puasa di Bulan Ramadhan. Bukan hanya umat Islam yang ikut serta dalam Megibung ini, tapi warga Bali yang beragama Hindu juga ikut serta dalam acara seru makan bersama ini. Inilah hebatnya Megibung sebagai budaya makan bersama yang patut dilestarikan hingga saat kini.
Hubungan Ngejot Megibung dengan Jilbab Muslim
Saya tidak bisa menguraikan bagaimana rasa senang saya saat diberi ataupun ketika memberi makanan kepada orang-orang yang hidup dekat dengan rumah kita saat hari raya Idhul Fitri/Adha ataupun Galungan/Kuningan. Rasa senang itu membuat saya dan juga kaum muslim yang tinggal di Bali merasa tentram dan bahagia. Karena kami adalah bagian dari Bali juga. Bukan makanannya yang membuat kami bahagia ketika kami diberi saat galungan/kuningan, tapi rasa cinta dan kasih sayang saudara kami yang walaupun berbeda agama dan keyakinan namun tetap mencintai kami dengan cara yang unik dan berbeda.
Berbagi dan saling mengasihi, itulah makna Ngejot yang ditradisikan dan tetap menjadi bagian unik dari budaya umat Islam di Bali. Jika Ngejot Megibung adalah tindakan budaya, maka jilbab adalah pakaian budaya buat umat Islam.
Megibung juga sangat bermakna besar buat muslim dan umat Hindu di Bali. Dengan megibung, umat Islam dan umat Hindu bisa duduk bersama dalam satu lantai dan satu nampan. Perbedaan -perbedaan yang ada bisa hilang dan larut dalam sebuah acara makan bersama yang santai dan kekeluargaan. Ini bisa mengenyahkan rasa curiga dan mempererat persaudaraan yang pernah tergores oleh luka karena ulah oknum tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan agama Islam dengan meluluhlantakkan Bali di tahun 2002 dan 2004.
Kami merasa bahwa Bali adalah rumah kami juga. Ngejot dan Megibung adalah salah satu dari wujud cara kami betapa kami sangat mencintai juga saudara kami di Bali dan niat baik kami ingin menyatu dalam keberagaman beragama di Bali.
Jilbab adalah wujud kepatuhan anak kami dalam menjalankan Islam. Sama halnya ketika putri Bapak dan Ibu harus memakai baju adat Bali saat berangkat ke Pura untuk sembahyang.
Jilbab adalah wujud kecintaan kepada Bali, karena saat seorang anak bisa mematuhi peraturan agamanya sendiri, maka ia pasti juga mencintai sekolahnya, guru-gurunya, teman-temannya bahkan juga Bali sebagai tanah dan pulau yang mereka pijak dan mereka junjung sebagai pulau harmonis dan damai.
Ajeg Bali adalah konsep hidup yang dijunjung umat Hindu di Bali. Intinya Ajeg Bali adalah melaksanakan ajaran Tri Hita Karana dalam kehidupan sehari-hari. Tri berarti Tiga, Hita berarti Kemuliaan, Karana berarti Penyebab. Jadi terjemahan secara bebas adalah tiga penyebab kemuliaan manusia, atau tiga jalan menuju kemuliaan manusia. Ke tiga jalan itu merupakan jalan kesadaran.
Sehingga Tri Hita Karana berarti trinitas kesadaran universal yaitu kesadaran akan ke Tuhanan, kesadaran akan kemanusiaan dan kesadaran akan keduniawian.
Dan menjadikan siswi muslim untuk bisa sadar kepada TuhanNya, sadar kemanusiaan dan sadar duniawi maka jalan terbaik adalah dengan mengijinkan mereka tetap berpakaian jilbab. Mereka ingin mudah dalam menjalankan hidup dengan sadar kepada Tuhan untuk menjalankan perintahNya. Juga sadar kepada manusia dengan baik dan tetap hidup damai berdampingan. Putri-putri kami tetap ingin bisa bersekolah di Bali dengan mengikuti aturan main yang berkeTuhanan, berkemanusiaan dan menjalankan kehidupan dunia dengan damai. Sangat sederhana bukan, wahai Bapak/Ibu Guru ?
Tolong beri kesempatan dan kebaikan kepada putri-putri kami yang ingin berjilbab di sekolahnya.
Beri kesempatan mereka meraih prestasi dan masa depan yang cemerlang.
Insya Allah, jilbab mereka tidak pernah akan mengusik Tri Hita Karana dan malah justru akan meningkatkan konsep Ajeg Bali yang mereka pegang teguh selamanya.
Salam Damai dan Maju terus Untuk Ajeg Bali !
—–oOo——
( Artikel ini sebagai bentuk input kepada Bapak Ibu KepSek di 7 sekolah di Bali yang melarang siswi Muslimah untuk berjilbab, diantaranya : “ SMAN 2 Denpasar, SMAN 1 Kuta Utara, SMAN 1 Kuta Selatan, SMPN 1 Kuta Selatan, SMPN 1 Singaraja, SMPN 3 Singaraja, SMAN 1 Singaraja,” Sumber data : Ketua Tim Advokasi Pembelaan Hak Pelajar Muslim Bali Helmi Al Djufri S.Sy -)
Sumber : http://edukasi.kompasiana.com