kotatuban.com – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tuban mencatat ada 108 bencana yang terjadi di Bumi Wali ini pada tahun 2017. Akibat adanya bencana tersebut kerugian material ditaksir mencapai Rp 4.016.400.000.
”Total kejadian bencana di tahun 2017 mencapai 108 kejadian dengan kerugian mencapai Rp 4.016.400.000. Semoga ditahun 2018 tidak ada bencana dan Tuban dalam keadaan aman terkendali,” ungkap Kepala Pelaksana BPBD Tuban, Joko Ludiono, Kamis (04/01).
Kejadian bencana tersebut dengan rincian bencana banjir bengawan solo tiga kejadian, banjir bandang enam kejadian, tanah longsor sebelas kejadian, dan pohon tumbang sepuluh kejadian.
Selanjutnya, bencana angin puting beliung ada enam kejadian, kegagalan teknologi industri satu kejadian, korban tenggelam sembilan belas kejadian, dan paling tinggi ada kebakaran pemukiman ada lima puluh lima kejadian.
”Salah satu bencana kegagalan teknologi industri terjadi kebakaran flare di TPPI Jenu dengan satu korban luka berat dan dua luka ringan,” terang Joko Ludiono.
Korban luka berat yang diakibatkan bencana kegagalan industri itu akhirnya meninggal dunia setalah beberapa hari dirawat dirumah sakit dr Soetomo Surabaya lantaran luka bakar serius. Ia bernama Gunadi (45) yang merupakan pekerja TPPI Jenu warga Kecamatan Jenu.
”Dari 108 kejadian, ada korban luka ringan enam orang, korban luka berat dua orang, dan meninggal dunia 10 orang,” beber mantan Camat Grabagan tersebut.
Lebih lanjut, Joko Ludiono mengatakan, untuk bencana kekeringan air bersih pada tahun 2017 melanda di 25 Desa 33 dusun terdampak yang tersebar di dua puluh kecamatan yang ada di Tuban. Upaya untuk mengatasi kekurangan air bersih buat warga, Pemkab Tuban melakukan distribusi air bersih di desa-desa terdampak atas permintaan warga.
Setiap hari minimal tiga tangki air bersih di kirim buat warga terdampak. Tiga tangki itu dengan kapasitas rata-rata 6 ribu liter air untuk dua tangki, dan satu tangki kapasitas 5 ribu liter air. Untuk daerah yang kering ini mudah-mudahan akan ada pemboran air bawah tanah, sehingga tidak ada warga yang kekurangan air.
”Salah satu upaya untuk membantu warga terdampak kekeringan untuk jangka pendeknya dengan melakukan droping air bersih didesa terdampak,” jelas Joko Ludiono.
Sementara itu, sebagai upaya untuk mengurangi terjadinya resiko bencana di tahun 2018 ini, Joko Ludiono, memiliki beberapa starategi. Diantaranya melakukan upaya pengurangan resiko bencana (PRB), menjadikan PRB sebagai budaya masyarakat.
”Selain itu, upaya kita dengan menyusun rencana PRB yang mantap dan bisa diaplikasikan dilapangan. Serta melakukan koordinasi yang maksimal dengan stakeholder yang lain dalam mengurangi resiko bencana,” pungkasnya. (duc)