kotatuban.com – Asosiasi Kepala Desa (AKD) Jawa Timur, menilai, undang-undang desa masih diskriminatif terhadap kepala desa. Pasalnya, kepala desa secara politis kedudukannya sama dengan, bupati, gubernur, maupun dengan presiden. Yang membedakan adalah jika bupati dan gubernur setelah dilantik dibarengi oleh Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD). Dan presiden setelah dilantik juga dibarengi oleh APBN, namun, kepala desa tidak.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Provinsi Jawa Timur, Samari saat pelantikan anggota AKD Kabupaten Tuban beberapa waktu yang lalu. Menurutnya, bahkan didalam Undang – undang nomor 6 tahun 2014, hak kepala desa sebagai warga negara Indonesia juga dibatasi. Misalnya, seperti kepala desa tidak diperbolehkan berpolitik, baik menjadi anggota maupun pengurus. Tapi, bupati, gubernur, dan presiden diperbolehkan berpolitik.
”Hal inikan salah satu bentuk diskriminasi kepada kepala desa. Maka dari itu AKD Jawa Timur terus memperjuangkan hak-hak kepala desa sebagai warga negara dapat terpenuhi. Selain itu, saat ini AKD Jatim akan melakukan uji materi terhadap UU Desa kepada Mahkamah Konstitusi (MK) agar UU tersebut lebih pro kepada kepala desa,” tandasnya.
Lebih lanjut Samari mengatakan, AKD Jatim juga berharap agar desa secepatnya bisa mendapatkan dana oprasional dari APBN secara langsung. Tidak hanya mendapatkan Alokasi Dana Desa (ADD) saja yang bersumber dari APBD kabupaten. Pasalnya, yang memahami potensi dan kekurangan ditingkat desa adalah kepala desa. ”Saya kira jika desa diberikan wewenang sendiri untuk mengelola keuangan sendiri, pembangunan dan pengentasan kemiskinan akan semakin cepat,” pungkasnya. (duc)